Monday, November 29, 2010

Hari Itu Mendung

Hari ini tiba-tiba saya ingin mengenang lagi hari itu. Hari 'kencan' ngaco yang tidak bisa dibilang kencan juga. Hari itu mendung. Anda merobek kertas pembungkus bercorak batik itu dengan semena-mena dan membuangnya. Hahaha... tapi itu terbayar. Terima kasih :)
Oke, saya meracau.
Hari itu mendung. Tapi bukan November. Dan sekarang penghujung November, atau tepatnya nyaris penghujung November. Tiba-tiba saya terkenang kembali.

"There are many things that I would like to say to you, but I don't know how"

Banyak hal yang saya ingin bagikan, ingin ungkapkan, ingin ceritakan, ingin katakan, tapi tidak. Karena hari itu hanya mendung. Mendung bagi saya representasi dari perasaan mengambang yang gamang, namun tidak terlalu terdesak untuk diungkapkan. Mendung tidak panas, tidak pula basah. Mendung ada yang berangin, ada pula yang lembab membuat sumuk. Anda paduan keduanya.

"Dan hari ini masih November."

Ini November pertama saya di Solo. Kota baru. Tempat saya menuntut ilmu setelah SMA. Solo panas, meski Tangerang tidak kalah panas. Tapi Solo jarang hujan, atau setidaknya tidak sesering Tangerang atau Jakarta (meski sedang musimnya). Hujan di sini berbeda, begitu sederhana, begitu malu-malu hingga jarang turun sepanjang hari. Saya kehilangan November. Atau tepatnya "November Rain". Ia tidak terasa di Solo. Dan saya kehilangan anda.

"Anda bertanya apa kabar."

Ini sudah menahun, saya sempat tak 'ingat' anda. Lalu anda bertanya apa kabar dengan panggilan yang manis. Saya tidak sesenang dahulu, karena rasa ini pun semakin dewasa. Ia tak lagi remaja, meski umurnya masih belia. Tapi siapa sangka perasaan tumbuh dengan cepatnya? Mengalahkan aku si empunya, mengalahkan hati sang cangkangnya, mengalahkan otak si penguasa. Ia tumbuh dengan kesadaran akan ketidakmungkinan. Kemustahilan. Maka ia dewasa, namun cacat. Dan saya tidak tahu ini apa.

"Hearing that you're fine makes me complete."

Berganti saya yang bertanya. Anda menjawab. Jawaban sederhana yang sangat biasa. Karena anda tidak mungkin jutek dengan saya, walau orang lain mungkin bisa dengan orang yang lainnya. Tapi itu melengkapi. Setidaknya sadar atau tidak itu adalah makanan bagi si rasa yang sedang doyan-doyannya makan. Dan saya berterima kasih.

"I'm a sinner."

Saya menggunakan anda sebagai alasan yang tidak benar. Sudah saya katakan, perasaan ini sudah dewasa, ia tidak mungkin begitu saja kembali kekanak-kanakan atau sebut saja kembali menjadi ABG. Ia sudah mengerti, ia sudah belajar, ia sudah paham betul. Tapi otak yang tidak beres dan keadaan yang sulit memaksanya untuk menjadi alasan. Dan sekarang, sebagai pendosa, saya kembali dihukum. Saya kembali menjadi seorang yang membiarkan sang rasa berkuasa, menyiksa diri karena sadar tak ada harap. Dan saya ikhlas karena bukan mau, tapi butuh. Saya butuh anda.

No comments: