Wednesday, May 25, 2011

Kembali

Salahkah ia lelaki yang kembali? Salahkah ia perempuan yang memberikan kesempatan kedua? Lalu kenapa engkau menangis?

Salahkah mereka yang kembali mencoba? Salahkah mereka yang tidak mau menyerah? Salahkah mereka yang kembali berusaha? Dan mengapa engkau meneteskan air mata?

Salahkah cinta yang kembali? Salahkah cinta yang menemukan jalan pulang? Atau jika pun cinta kembali tersesat, haruskah engkau tangisi itu?

Salahkah takdir yang menyatukan kembali? Salahkah Tuhan yang mencipta takdir? Engkau tau jawabannya tidak, maka janganlah engkau menangis…

Ia yang bijak mengatakan,
“pain is inevitable. suffering is optional (sakit itu tidak terelakan, namun penderitaan itu pilihan)”
jadi mengapa engkau memilih untuk mederita?

Sesak memang. Engkau terluka, tentu… Tapi jantungmu masih berdetak, bumi masih berputar pada porosnya, maka mengapa engkau harus stagnan?

Bergeserlah sedikit dari station pointmu, maka engkau akan melihat perspektif lain, Sayang. Engkau akan mengerti… lalu bangkit. Hahaha… engkau bahkan tidak seharusnya jatuh, Manis.

Ini terduga bukan? Maka biarlah semua berjalan seperti semestinya, seperti yang telah engkau duga. Maka engkau akan ikhlas…

Tuesday, May 3, 2011

Kembali Membahas Masalah "sesuatu-yang-ringkih-di-dalam-dada"

Hujan. Sore hari. Handphone produksi Cina punya kakak saya melantunkan lagu 'lama' namun masih fresh bagi telinga saya, karena jarang saya mendengarnya kala album itu masih baru.
Itu album Diary dari Mocca.
Kubiarkan ia mengoceh santai, membawa saya ke kondisi tenang nan sejuk khas sore berhujan. Hingga tiba giliran lagu ini:


I can't understand
Why my world keeps turning?
And I can't understand
Why the sun keeps shining?
When you left me all alone

But I do understand
That you have someone better
And I can understand
That you saved me for later
I can take it I will wait


All that I need now
Is for the rain to fall from the sky
To wash away my pain inside
All that I need now
Is for the rain to fall from the sky
The rain will fall
The rain will fall



Lagu berjudul and Rain will Fall itu sedikit menyentil hati saya. Terutama di bagian yang bercetak tebal.
Ha, saya jadi ingin tertawa sendiri...

Saya pernah bilang, posisi saya sekarang adalah spare part. Dan sebagai spare part yang baik, saya tidak berhak menuntut apapun... dari siapapun. Ini jadi terasa seperti "dimadu". Iya tidak? Jadi harus berbagi, bergantian mendapatkan perhatian.
Dan seperti spare part pada umumnya, dipakai hanya ketika main part berhalangan.

Tapi tidak apa. Seperti lirik lagu tadi: I can take it, I will wait.

Suara Langit

Menyinggung pengalaman beberapa hari yang lalu, melalui sebuah diskusi saya dengan seorang rekan, saya kembali mendapat ini: sebuah pemahaman tentang salah satu sisi kehidupan. Saya sebut ini 'wahyu kecil' atau 'suara langit'.

Ini tentang alasan mengapa kami, para single fighter, belum jua dipertemukan dengan sang 'the one'nya. Alasannya ternyata sangat sederhana: Tuhan ingin kita mempersiapkan diri lebih matang untuk kemudian menjadi pantas bersanding satu sama lain kelak.
Indah bukan?
Karena Tuhan pastinya tidak menuliskan jalan hidup umatNya tanpa rencana, tanpa alasan. Ia terlalu pintar, terlalu luar biasa untuk tidak merakit sedemikian kompleks setiap detail unsur kehidupan menjadi sesuatu yang simpel nan sederhana agar kita umatNya kemudian mampu mengerti tanpa harus menyandingiNya.


Pemahaman lain kemudian muncul, kali ini tentang keikhlasan.
Pernah saya mengatakan bahwa saya selalu berdoa untuk menjadi pribadi yang ikhlas. Ternyata Tuhan pun, walaupun Ia Maha Pengasih, tidak sekonyong-konyong mengabulkannya begitu saja. Ia ingin umatNya belajar. Memahami lewat proses.
Itu yang saya alami lewat kejadian kecil-namun-dalam kemarin. Walau menyakitkan, di sanalah sebuah proses terjadi. Proses menuju ikhlas. Dan tanpa saya sadari, itulah jawaban Tuhan atas doa saya. Allah gave me a problem to be solved, and let me learn to be ikhlas in my own way.
In my own way. Ya, Tuhan selalu mengerti bagaimana menyikapi setiap umatNya. Bahkan dengan kepribadian manusia yang berbeda-beda tiap individu, Ia selalu bisa mencocokkan dan memasukkan diriNya dengan pas kepada umatNya tersebut. Dan saya adalah tipe seorang yang tidak mau diatur terkait "cara". Karena bagi saya, cara bukanlah sesuatu yang mestinya diseragamkan. Kalau tujuannya sama, dengan hasil yang akan sama pula, kenapa tidak boleh berimprovisasi dalam cara?
Itulah mengapa saya bilang Tuhan selalu bisa menyikapi umatNya dengan tepat. Ia menyikapi saya hanya dengan memberikan umpan, dan membiarkan saya menyelesaikan sendiri segalanya. Dengan cara saya sendiri.



Dan saya mengerti.
Makin saya merenungkan segala yang Tuhan berikan pada saya, makin saya tidak berhenti melantunkan syukur. Indah sekali ketika kau akhirnya mengerti bahwa apa yang terlihat buruk di permukaan tidak selalu buruk pula di dalamnya. Maka saya setuju sekali kepada mereka yang tidak langsung menjugde sesuatu tanpa lebih dahulu menguliknya, mengajinya. Segala sesuatu punya makna implisit, punya hikmah.
Seperti saya dan sahabat saya, Listya Ariputri, setujui bersama dalam sebuah diskusi kami pagi itu tentang Persagi dan Mooi Indie.
Persagi (Persatuan Ahli Gambar Indonesia) adalah sebuah gerakan yang didirikan dan beranggotakan pelukis-pelukis Indonesia pada masa itu yaitu sekitar tahun 1937/1938. Didirikan bukan semata-mata hanya ingin berkumpul, melainkan bertujuan untuk turut andil menggalakkan semangat nasionalisme rakyat Indonesia melalui seni. Selain itu juga untuk menemukan atau merumuskan jati diri keseni-rupaan Indonesia yang pada saat itu banyak terpengaruh oleh gaya asing, terutama barat.
Sedangkan Mooi Indie adalah sebuah aliran lukisan yang bercirikan pemandangan alam, melukiskan keindahan serta kemolekan sesuatu terutama lanskap alam. Istilah “Mooi Indie” sendiri sejatinya adalah cemoohan para seniman beraliran lain (kecaman serupa datang lebih intens dari pihak Persagi yang umumnya beraliran realisme).
Di sinilah saya dan Tya melihat suatu ketidak-adilan. Bukankah mereka sama-sama pelukis? Sama-sama seniman dan lebih umum lagi, manusia, yang punya hak sama dalam mengekspresikan diri dan menciptakan sebuah karya? Juga hak sama dalam memilih sesuatu yang lebih “pas” dengan dirinya? Lalu kenapa harus diseragamkan? Kenapa harus menuai cemooh dan kecaman? Padahal dibalik semua keindahan yang dilukiskan Mooi Indie, ada suatu pesan yang kurang lebih sama dengan tujuan Persagi sendiri: mengingatkan rakyat Indonesia bahwa alam Nusantara itu terlalu indah dan berharga untuk diberikan cuma-cuma kepada penjajah. Kenapa mereka Persagi tidak mengulik dahulu mereka kaum Mooi Indie dan langsung menjudge saja bahwa mereka tidak peduli akan keadaan bangsa dan hanya melukiskan yang indah-indah saja, padahal tidak begitu?

Sunday, May 1, 2011

Penghiburan...

"Selama seseorang dekat dengan Tuhannya, niscaya segala sesuatu yang berat terasa ringan. Walau itu mustahil, keajaiban selalu ada. Sesakit apapun, akan sembuh dengan sendirinya saat kita dekat dengan Allah."

"Sebenarnya semua orang itu hatinya lemah dan sulit untuk menjaga hati, tetapi itulah yang menjadi kewajiban setiap orang: untuk menjaga hati. Orang yang mudah bersedih itu biasanya orang yang selalu berfokus pada dirinya, (sedangkan) orang yang bahagia itu tidak berfokus pada dirinya sendiri, tetapi berusaha membahagiakan orang lain yang dapat membuat hatinya tenang (karena) melihat kebahagiaan orang lain yang berasal darinya."

"Tuhan selalu memberi yang terbaik buat kita, senyum palsu pun baik kok asal itu bisa membuat orang lain bahagia, karena sebentar lagi senyum abadi akan kita dapatkan setelah semua yang benar tampak, setelah ada penyesalan dan kesadaran, yang penting kita udah berusaha buat semua bahagia :)"



Semua penghiburan di atas bersumber dari seorang yang sama. Padahal banyaaaaak sekali aku dapat masukan semangat dan penghiburan senada bahkan lebih luar biasa, tapi tidak kutulis di blog ini. Aku tahu aku tidak adil, tapi mereka terlalu berharga untuk kubagi. Aku ingin menyimpannya sendiri. Sesekali aku mau egois. Butuh.
Aku sangat, SANGAT berterimakasih untuk nama-nama di bawah ini:
Listya Ariputri, untuk bersedia menemani dan mengerti betul seluk-beluk perasaanku kemarin-kemarin ini, serta memberikan kata-kata yang menghibur.
Sofia Rakhma Permata Sari, untuk bersedia menghibur dengan kata-kata pembangkit semangat dan mengerti.
Unoviana Kartika Setia, untuk membiarkanku menangis semalam itu dan online berjam-jam lamanya tanpa diinterupsi.
Ario Wirawan Haryono, untuk menyempatkan mementionku via twitter dan bilang untuk jangan galau dan boleh nangis tapi jangan terlalu banyak.
Dewanti Pertiwi, untuk penghiburan yang sangat luar biasa dan berusaha mengerti serta memposisikan diri menjadi aku.
Fadila Qadarsi, untuk memberi semangat dan membantu membuatku kuat.
Mutiara Maulidya Putri, untuk juga memberikan semangat serta penghiburan dan tidak lupa untuk selalu mengingatkanku bahwa berarti.
Maharini Nur Prasetyo, untuk selalu bisa menopangku dengan kalimat-kalimat bijak dan membuatku merasa disayangi.
Yoga, untuk membuatku berpikir ulang mengenai semuanya.


Aku kembali sehat sekarang. Untuk para sahabatku yang lain, jangan khawatir, aku tidak menyalahkan kalian karena tidak hadir di masa-masa sulit ini. Kalian tidak tahu apapun tentang ini karena akupun tidak cerita. Jadi bukan masalah. Dengan mengingat aku punya kalian, sudah menjadi penghiburan tersendiri untukku. Terima kasih.


Aku bukan lupa, aku hanya ingin menyimpan hingga saat yang paling istimewa. Super Special Thanks-ku akan kulayangkan pada ALLAH SWT, Tuhanku tersayang, yang telah memberikan segala-gala-gala-galanya yang tidak mampu aku sebutkan satu-satu di sini. Terima kasih banyak. Matur nuwun sanget. Honto ni arigatou gozaimasu.