Mungkin sempat terbesit dalam kepalanya, kepalamu, juga kepalaku akan ketidak-kunjung-datangnya ia yang masyur itu, inisial P. Dia, engkau, aku -kita- tidak habis pikir mengapa Sang P tidak kunjung hadir padahal kita merasa layak -terlepas dari keragaan, karena aku tidak akan bicara fisik kali ini.
Mengenai hubungan dia dengan aku -belum kita-, adalah rantai tak berujung di mana kami saling terkait tapi dia pun terkait lagi dengan yang lainnya, begitu seterusnya.
Mengenai engkau dengan aku -masih belum kita-, adalah bayang semu. Tanpa rasa, tanpa daya rangsang, tanpa tujuan, namun penuh dilema yang seharusnya tidak perlu.
Mengenai dia, engkau, aku -sudah kita-, mungkin adalah sama. Bahwa kita berhak satu sama lain, namun tanpa rasa percaya. Bukan, bukan kita tidak saling mempercayai. Rasa percaya yang hilang itu adalah terhadap diri kita sendiri. Mungkin kita terlalu takut menyakiti satu sama lain. Masing-masing dari kita tidak mempercayai diri kita sendiri untuk menjaga, maupun dijaga oleh yang lain. Padahal bisa, tapi memilih diam. Bahkan mundur dengan kecut yang semakin membuat perih luka hati, luka harga diri.
Apa kodrat kita begitu ya? Menahan hasrat, melukai diri sendiri demi sesuatu yang kita anggap baik -kita pikir lebih baik. Memilih menjadikan semua sebagai lelucon, padahal getir.
Bisa apa? Padahal bisa banyak, tapi enggan mengambil langkah. Takut akan sesuatu yang tidak pasti, belum tentu. Heran, kok senang jadi orang di balik layar, tidak lebih dari sekedar pemeran pendukung.
Sebuah puisi, bukan:
Puji aku, jangan!
Atau aku akan jatuh cinta
Istimewakan aku, jangan!
Atau aku terlanjur sayang
Peduli,
bisa saja
Tapi apakah engkau mengerti?
Sepi,
bisa jadi
Tapi aku kuat sendiri
Sapa aku dengan visual, bukan hati
Padahal aku bukan laki-laki
Apa yahg engkau ketahui soal empati?
Pada akhirnya semua hanya akan jadi ilusi
"sudah resmi," katamu
Aku iya saja dengan lugu
Engkau cerita, aku balas
Aku cerita, engkau tanggapi pedas
Aku lupa sesuatu
Yang engkau butuhkan penghibur, bukan bubur
"tidak kenyang," katamu
Lucu
Ini seperti asing, tapi tidak juga
Jadi selamat datang, wahai aku!
Selamat menjadi kembali budak laku!
Sampai raga terbujur kaku
(untuk engkau yang merasa engkau)
2 comments:
agak membingungkan tapi gue suka, haha. maksudnya emplisit, tapi gue rada mengerti walaupun agak sotoy hahaa. :D semangat mamikuuu, jangan sediiih
Mutiara Maulidya Putriiiiiii kamu ini senang sekali menebak-nebak. Hahaha... Makasih sayang, aku gak sedih. Aku malah sedang bahagia. Kangen kamu deh. Cup cup...
Post a Comment