Saturday, April 30, 2011

Tolong!

Tolong, saya hilang koordinasi!
Otak, hati, tubuh tidak sinkron. Konsentrasi menguap, fokus terlupa.

Tolong, saya hilang kontrol diri!
Mata terus basah, kepala terus pusing, tenggorokan terus sakit, dan dada... sangat sesak.

Tolong, ini apa?!
Ketika saya mulai berpikir, "Apa sebaiknya aku SMS saja ya, berusaha bersikap biasa agar tidak tercium kabar kehancuranku olehnya?", tepat saat saya meraih handphone, SMS masuk darinya.
"Are you busy?" tanyanya. Dan saya tidak bisa menolak.

Tolong, saya masochist tingkat lanjut!
Tahu akan sakit, tetap saja dilanjutkan. Dan ya, sakit yang tadinya "immortal" kemudian berubah mortal. Ulu hati saya sakit sekarang, dalam arti yang sebenarnya.

Tolong, saya hilang akal sehat!
Mungkin memang ini mindset atau bodyset *apa sih* saya bahwa setelah fase sedu sedan banjir air mata, saya akan masuk fase "balas dendam" yang ditandai dengan tidak lagi peduli, malas berinteraksi. Mungkin karena lelah tersakiti. Padahal sesungguhnya saya tidak mau memasuki fase ini. Saya masih suka, tapi kenapa otomatis hasrat ini mengendur kemudian jadi malas menanggapi?


Tolong, saya butuh kejelasan!
Menjadi cadangan, spare part, atau apalah itu namanya sama sekali tidak menyenangkan. Saya tidak menyalahkannya, mungkin bukan maksud dia juga menjadikan saya cadangan, tapi tanpa sadar itulah yang sebenarnya terjadi. Saya seorang cadangan.

Tolong, saya habis kata-kata!
Cukup, ini sudah terlalu menyesakkan. Saya bahkan sudah lelah menangis. Hebat, saya tidak pernah sampai begini sebelumnya. Kalaupun pernah, tidak sesakit ini. Mungkin saya salah karena berharap. Tapi apa yang bisa disebut salah dari orang yang jatuh cinta?

Ini Dosa, Aku Tahu, tapi Biarlah...

Aku ingin menuntut-Mu, Tuhan... Sungguh. Tapi kemudian kau memberiku kesempatan untuk berpikir ulang. Tidak adil.
Aku ingin mengintrogasi-Mu, Tuhan... Sungguh. Tapi kemudian kau memberiku kesempatan untuk menjawab rentetan pertanyaanku sendiri. Tidak adil.

Dari semua daftar pertanyaanku, satu yang belum terjawab: Kenapa engkau tidak membiarkanku setidaknya mencoba? Mencoba merasakan, menjalani, lalu mempertahankan? Kenapa?
Kemudian muncul pertanyaan lain: Apa aku sebegitu rendah dan tidak layak untuk sekedar mengalami?

Tuhan, orang bilang ini semua hanya masalah waktu: suatu hari nanti pasti akan tiba masaku. Tapi apa mampu sesuatu-yang-ada-di-dalam-dada ini bertahan? Berkali-kali sakit yang sama ia tanggung. Apa ia sekuat itu untuk menunggu tiba masaku?

Aku berdosa, Tuhan. Aku telah memforsir kelenjar air mataku begitu kejam. Kupaksa ia bekerja tanpa lelah untuk satu sakit yang sama, beda sebab. Itu pula yang kulakukan pada sesuatu-yang-ada-di-dalam-dadaku. Apa Engkau akan menambah hukumanku karena itu?

Tuhan, aku iri. Engkau memberikan orang lain kesempatan untuk setidaknya mencoba, merasakan, mengalami... Tapi tidak denganku. Apa Kau anggap aku kuat? Engkau anggap aku bisa? Padahal aku muak dengan segala sakit ini.

Pahit menjalar ke lidahku. Aku benar-benar sakit. Engkau tahu padahal tidak mudah untuk akhirnya memutuskan untuk melangkah maju, tapi kembali Kau siksa aku. Apa aku memang pantas? Atau malah memang sudah nasibku?

Nasibku untuk selalu jadi cameo. Yah, bolehlah, sesekali memang naik pangkat jadi peran pembantu yang berguna untuk menghibur peran utama. Sekedar menghibur. Apa aku begitu "lucu" hingga selalu berguna hanya sebatas itu? Bisakah aku terima peran lain? Terima naskahku yang lain? Yang tidak ada scene di mana aku harus tersenyum di atas tangisku, di mana aku bisa jujur demi kebahagiaanku sendiri, di mana sesekali aku bisa egois?

Tidak cukupkah 3 tahun lamanya aku berkutat dengan peran yang sama? Lalu ketika aku memutuskan untuk maju, masih saja kuterima naskah bergenre sama. Apa karena aku Kauanggap sudah profesional ya?


Aku tertawa getir, dengan mata dan hidung yang basah... Dadaku sesak, juga sakit.
Aku harus apa? Sekali lagi: Aku harus apa, Tuhan?
Aku bisa apa?



Sudah aku mengenal banyak lem selama aku hidup. Tapi adakah yang bisa menyatukan kembali sesuatu yang telah terurai? Kalaupun ada, tetap saja ada retak yang akan terlihat.
Dan luka hati tidak bisa disembuhkan, kecuali oleh waktu.


Sungguh aku tidak mengerti plot naskah hidupku, Tuhan. Bolehkah aku membantu-Mu menuliskan naskahku sendiri agar tak perlu lagi Engaku repot2 mengurusku?
Aku tetap umat-Mu kok, tenang saja. Aku tidak akan mungkin sempat berpikir untuk menyaingimu untuk menjadi maha segala maha. Lagian males juga ya ngurusin semua makhluk di alam semesta ini. Gak ada yang sanggup kecuali Engkau. Aku cuma ingin mengatur hidupku sendiri. Bolehkah?


Hukum aku, Tuhan, karena menulis ini. Ambil cepat aku, karena sesungguhnya aku tidak seberani itu untuk hidup.
Aku ini replaceable. Jadi tidak usah khawatir orang lain akan sedih dengan ketidak-hadiranku. Ah, hukum aku, Tuhan, karena berkata sepesimis ini. Sungguh, aku putus asa.




Untuk mereka yang pernah kuanggap bodoh karena bunuh diri akibat patah hati: MAAF.
Kini aku tahu rasanya, tapi aku tidak akan pernah mengikuti kalian. Nyawaku kuasa Tuhanku. Aku tidak berhak mengambilnya meski itu dititipkan padaku. Aku tidak tega mendzalimi amanat Tuhanku. Semoga saja.

Friday, April 8, 2011

A Moving On Song :)

Way Back into Love - Music and Lyric OST

I've been living with a shadow overhead
I've been sleeping with a cloud above my bed
I've been lonely for so long
Trapped in the past, I just can't seem to move on
I've been hiding all my hopes and dreams away
Just in case I ever need 'em again someday
I've been setting aside time
To clear a little space in the corners of my mind

All I want to do is find a way back into love
I can't make it through without a way back into love
Oh oh oh

I've been watching but the stars refuse to shine
I've been searching but I just don't see the signs
I know that it's out there
There's got to be something for my soul somewhere
I've been looking for someone to shed some light
Not somebody just to get me through the night
I could use some direction
And I'm open to your suggestions

All I want to do is find a way back into love
I can't make it through without a way back into love
And if I open my heart again
I guess I'm hoping you'll be there for me in the end
oh, oh, oh, oh, oh

There are moments when I don't know if it's real
Or if anybody feels the way I feel
I need inspiration
Not just another negotiation

All I want to do is find a way back into love
I can't make it through without a way back into love
And if I open my heart to you
I'm hoping you'll show me what to do
And if you help me to start again
You know that I'll be there for you in the end
oh, oh, oh, oh, oh

Mari Bicara tentang Cinta

Aku bukan ahli, karena itu ingin berdiskusi...

Dalam sebuah sesi intermezo, seorang dosen pernah berkata: "Energi cinta yang terdalam adalah mampu memberikan inspirasi yang baik bagi mereka yang merasakannya". Atau dapat disimpulkan: cinta mengakibatkan inspirasi...

Izinkan aku bertutur tentang seorang pengamen, seorang yang aktif, seorang dengan cita-cita, seorang bungsu, seorang laki-laki yang family-oriented, seorang heavy sleeper, seorang seniman, seorang aktor, seorang musisi. Seorang yang bersinar tanpa perlu ia sempurna.
Ia satu orang yang sama...

Kelemahanku yang akan aku sorot kali ini adalah: selalu salah mengartikan sebuah tatapan, hingga jatuh. Selain itu aku juga mudah terpukau dengan hal-hal sederhana, lalu jatuh.

Seringkali aku merasa tatapan yang ditujukan orang padaku itu spesial, padahal ternyata tidak. Ah, aku pun sebenarnya tidak tahu pasti. Tapi berasumsi terlalu tinggi alias gede rasa itu ternyata petaka. Sayangnya ini sudah menjadi kebiasaan.
Tapi! Kalau kemudian sekonyong-konyong berubah atau mengubah diri menjadi seorang naif tentu tidak bisa juga kan? Pura-pura tidak tahu, memperdaya diri sendiri menjadi seorang polos... itu memuakkan! Dan melelahkan. Aku pernah mencobanya, tapi malah memperparah semua. Aku berperan polos, tapi ternyata bergerilya, mencoba mencari info sana-sini. Munafik.

Dan aku jatuh berkali-kali karena salah interpretasi...
Jatuh di sini aku pakai sebagai analogi dari merasakan cinta. Ah, tidak, sebenarnya aku tidak tahu pasti apa ini benar cinta atau bukan. Karena seharusnya cinta bawa bahagia, bukan derita. Cinta ciptakan inspirasi, bukan paranoia. Dan mungkin yang kurasakan selama ini bukan cinta, tapi obesesi...
Ya, kusebut ia obsesi karena aku terkungkung oleh ketakutan belaka. Takut berusaha mendekati, takut mulai berinteraksi, takut perasaanku diketahui, takut dikira terlalu agresif, takut perasaanku tidak terbalas, takut sikap manisnya tiba-tiba berubah suatu hari nanti... Takut, takut, takut...


Karena ia terlalu bersinar...
Hingga aku tak mampu menyainginya, jadi ia pun tidak bisa melihat sinarku... Seperti bulan saingi matahari, tidak akan mungkin menang. Sampai akhirnya aku menyerah, lalu mengadu pada Tuhanku. Entah ini pencerahan atau apa, tapi aku mendapatkan kalimat ini di dalam kepalaku: esensi utama dari mencintai seseorang adalah bukan untuk balas dicintai, tapi ikhlas mengasihi.
Maka aku belajar kali ini... belajar dari pengalamanku sebelumnya. Dan bukan demi keterangan waktu yaitu kali ini, tapi hanya untuknya lah aku mengubah mindsetku. Tidak tega aku memberinya obsesi, maka aku akan ikhlas mengasihi. Hanya demi kamu. Atau setidaknya mulai dari kamu. Karena kamu yang mampu buatku belajar, buatku mengoreksi diri, buatku introspeksi.


Demi kamu, Sang Pengamen, dalam setiap roncean doaku aku memohon pada Tuhan untuk menjadi orang yang ikhlas...