Friday, April 8, 2011

Mari Bicara tentang Cinta

Aku bukan ahli, karena itu ingin berdiskusi...

Dalam sebuah sesi intermezo, seorang dosen pernah berkata: "Energi cinta yang terdalam adalah mampu memberikan inspirasi yang baik bagi mereka yang merasakannya". Atau dapat disimpulkan: cinta mengakibatkan inspirasi...

Izinkan aku bertutur tentang seorang pengamen, seorang yang aktif, seorang dengan cita-cita, seorang bungsu, seorang laki-laki yang family-oriented, seorang heavy sleeper, seorang seniman, seorang aktor, seorang musisi. Seorang yang bersinar tanpa perlu ia sempurna.
Ia satu orang yang sama...

Kelemahanku yang akan aku sorot kali ini adalah: selalu salah mengartikan sebuah tatapan, hingga jatuh. Selain itu aku juga mudah terpukau dengan hal-hal sederhana, lalu jatuh.

Seringkali aku merasa tatapan yang ditujukan orang padaku itu spesial, padahal ternyata tidak. Ah, aku pun sebenarnya tidak tahu pasti. Tapi berasumsi terlalu tinggi alias gede rasa itu ternyata petaka. Sayangnya ini sudah menjadi kebiasaan.
Tapi! Kalau kemudian sekonyong-konyong berubah atau mengubah diri menjadi seorang naif tentu tidak bisa juga kan? Pura-pura tidak tahu, memperdaya diri sendiri menjadi seorang polos... itu memuakkan! Dan melelahkan. Aku pernah mencobanya, tapi malah memperparah semua. Aku berperan polos, tapi ternyata bergerilya, mencoba mencari info sana-sini. Munafik.

Dan aku jatuh berkali-kali karena salah interpretasi...
Jatuh di sini aku pakai sebagai analogi dari merasakan cinta. Ah, tidak, sebenarnya aku tidak tahu pasti apa ini benar cinta atau bukan. Karena seharusnya cinta bawa bahagia, bukan derita. Cinta ciptakan inspirasi, bukan paranoia. Dan mungkin yang kurasakan selama ini bukan cinta, tapi obesesi...
Ya, kusebut ia obsesi karena aku terkungkung oleh ketakutan belaka. Takut berusaha mendekati, takut mulai berinteraksi, takut perasaanku diketahui, takut dikira terlalu agresif, takut perasaanku tidak terbalas, takut sikap manisnya tiba-tiba berubah suatu hari nanti... Takut, takut, takut...


Karena ia terlalu bersinar...
Hingga aku tak mampu menyainginya, jadi ia pun tidak bisa melihat sinarku... Seperti bulan saingi matahari, tidak akan mungkin menang. Sampai akhirnya aku menyerah, lalu mengadu pada Tuhanku. Entah ini pencerahan atau apa, tapi aku mendapatkan kalimat ini di dalam kepalaku: esensi utama dari mencintai seseorang adalah bukan untuk balas dicintai, tapi ikhlas mengasihi.
Maka aku belajar kali ini... belajar dari pengalamanku sebelumnya. Dan bukan demi keterangan waktu yaitu kali ini, tapi hanya untuknya lah aku mengubah mindsetku. Tidak tega aku memberinya obsesi, maka aku akan ikhlas mengasihi. Hanya demi kamu. Atau setidaknya mulai dari kamu. Karena kamu yang mampu buatku belajar, buatku mengoreksi diri, buatku introspeksi.


Demi kamu, Sang Pengamen, dalam setiap roncean doaku aku memohon pada Tuhan untuk menjadi orang yang ikhlas...

No comments: