Monday, November 29, 2010

Instan

Jangan pernah sekali pun percaya pada sesuatu berlabel instan. Jangan. Kamu akan menyesal kemudian.


Ini bukan pengalaman spesial, hampir sangat sederhana, tapi juga kompleks.
Mereka datang, memberi tanda. Beberapa dengan jelas mengutarakan, yang lainnya malu-malu (atau mungkin punya strategi tersendiri). Saya sambut dengan pintu terbuka, siap menerima apa yang hendak mereka kirim, mereka lemparkan. Tapi tidak. Senyum saya mungkin ramah, sikap saya mungkin manis, tapi tangan ini kerap mengatup, bersedekap di depan dada, melindungi ia yang rapuh. Kita biasa memanggilnya dengan hati.

Ada yang bersemayam di dalamnya. Satu sisi saya lelah, saya mau mengusirnya. Sisi lainnya saya takut kehilangan, hingga sering kali menjaga dan memeliharanya agar ia betah bersemayam, meski harus menyiksa diri.
Sisi pertama lah si Agen Instan. Menciptakan perasaan berbunga bagi mereka. Saya pun sempat merasa berbunga. Namun kemudian dengan sangat tiba-tiba, dengan tidak tahu sopan, sisi kedua mengambil alih. Mendominasi. Maka bunga menjadi layu, terbakar api amarah, kemudian menjadi abu. Abu menambah coreng wajah saya, melengkapi daftar dosa saya.


Apa saya senang? Apa saya puas? Menurutmu begitukah?

Saya yang paling sakit di sini, saya kira. Oke, oke, mungkin tidak. Tapi ini yang sebenarnya yang saya rasakan:
Sejak awal saya bimbang, tapi apalah salahnya mencoba. Maka saya membuka pintu. Hari berlalu, saya merasa ada yang tidak beres. Ini tanda-tanda sang sisi kedua mulai mengambil komando. Dan saya mengalami dilema luar biasa parah, dilengkapi dengan stres ringan, nafsu makan merosot, sering melamun, dan semacamnya. Hari kembali berlalu, saya mulai muak dengan kondisi saya yang "begini aja kok stres?". Maka saya mulai mengambil tindakan. Inilah saat di mana sisi Aquarius saya keluar. Sisi Aquarius yang independen, "mampu" hidup meski tanpa orang lain. Jelaslah tidakan yang diambil mengarah apatis yang tak lagi mau peduli apakah akan menyakiti atau tidak. Biasanya fase ini ditandai dengan kembalinya semangat serta nafsu makan (untuk yang kedua, malahan melebihi rata-rata).
Dan sikap ini selalu berhasil membuat mereka yang mendekat itu menjauh.


Apa saya senang? Apa saya puas? Menurutmu begitukah?

SAYA HANYA PURA-PURA, BUNG! Setiap orang selalu merasa sedih dan sangat bersalah setelah membuat orang lain terluka. SAYA PUN TAK BEDA! Anda bencilah saya, bencilah! Saya pun benci diri saya yang begini.
Saat seperti inilah saya merasa sangat butuh bertransformasi menjadi laki-laki. Setidaknya kodrat mereka "mengejar" bukan "menerima".
Dan saya satu dari manusia bebas yang terpenjara kodrat.
Saya tidak suka konsep 'menerima", seakan kodrat kami hanya manut tanpa bisa mencari, mengejar sosok yang kami mau, kami impikan. Salahkah kami yang menggantung asa? Salahkah kami yang menolak?

Jadi jangan percaya sesuatu yang instan, Bung. Kami atau terutama saya bisa saja menyediakan sesuatu yang instan. Nikmat, lagi indah. Tapi tidak akan bertahan lama. Kalau kita mendamba hasil, kita wajib perlu mengulik proses. Itulah hidup.

Ah, mungkin ini hanya ocehan sementara remaja labil. Mungkin saja suatu hari nanti saat kepala saya sudah 2 atau 3, kemudian saya baca kembali tulisan ini, saya akan memprotes dan menyanggah kata-kata saya sendiri. Sudahlah, jangan kau turut ambil pusing atas ini. Cukup saya. Karena saya yang memutuskan, maka saya yang bertanggung jawab. Karena saya yang mengambil langkah, maka saya yang menerima resiko. Karena ini hidup saya.

Hari Itu Mendung

Hari ini tiba-tiba saya ingin mengenang lagi hari itu. Hari 'kencan' ngaco yang tidak bisa dibilang kencan juga. Hari itu mendung. Anda merobek kertas pembungkus bercorak batik itu dengan semena-mena dan membuangnya. Hahaha... tapi itu terbayar. Terima kasih :)
Oke, saya meracau.
Hari itu mendung. Tapi bukan November. Dan sekarang penghujung November, atau tepatnya nyaris penghujung November. Tiba-tiba saya terkenang kembali.

"There are many things that I would like to say to you, but I don't know how"

Banyak hal yang saya ingin bagikan, ingin ungkapkan, ingin ceritakan, ingin katakan, tapi tidak. Karena hari itu hanya mendung. Mendung bagi saya representasi dari perasaan mengambang yang gamang, namun tidak terlalu terdesak untuk diungkapkan. Mendung tidak panas, tidak pula basah. Mendung ada yang berangin, ada pula yang lembab membuat sumuk. Anda paduan keduanya.

"Dan hari ini masih November."

Ini November pertama saya di Solo. Kota baru. Tempat saya menuntut ilmu setelah SMA. Solo panas, meski Tangerang tidak kalah panas. Tapi Solo jarang hujan, atau setidaknya tidak sesering Tangerang atau Jakarta (meski sedang musimnya). Hujan di sini berbeda, begitu sederhana, begitu malu-malu hingga jarang turun sepanjang hari. Saya kehilangan November. Atau tepatnya "November Rain". Ia tidak terasa di Solo. Dan saya kehilangan anda.

"Anda bertanya apa kabar."

Ini sudah menahun, saya sempat tak 'ingat' anda. Lalu anda bertanya apa kabar dengan panggilan yang manis. Saya tidak sesenang dahulu, karena rasa ini pun semakin dewasa. Ia tak lagi remaja, meski umurnya masih belia. Tapi siapa sangka perasaan tumbuh dengan cepatnya? Mengalahkan aku si empunya, mengalahkan hati sang cangkangnya, mengalahkan otak si penguasa. Ia tumbuh dengan kesadaran akan ketidakmungkinan. Kemustahilan. Maka ia dewasa, namun cacat. Dan saya tidak tahu ini apa.

"Hearing that you're fine makes me complete."

Berganti saya yang bertanya. Anda menjawab. Jawaban sederhana yang sangat biasa. Karena anda tidak mungkin jutek dengan saya, walau orang lain mungkin bisa dengan orang yang lainnya. Tapi itu melengkapi. Setidaknya sadar atau tidak itu adalah makanan bagi si rasa yang sedang doyan-doyannya makan. Dan saya berterima kasih.

"I'm a sinner."

Saya menggunakan anda sebagai alasan yang tidak benar. Sudah saya katakan, perasaan ini sudah dewasa, ia tidak mungkin begitu saja kembali kekanak-kanakan atau sebut saja kembali menjadi ABG. Ia sudah mengerti, ia sudah belajar, ia sudah paham betul. Tapi otak yang tidak beres dan keadaan yang sulit memaksanya untuk menjadi alasan. Dan sekarang, sebagai pendosa, saya kembali dihukum. Saya kembali menjadi seorang yang membiarkan sang rasa berkuasa, menyiksa diri karena sadar tak ada harap. Dan saya ikhlas karena bukan mau, tapi butuh. Saya butuh anda.

Saturday, October 16, 2010

Yang dinanti

Seorang yang menyayangi tanpa umbar puja-puji.
Seorang yang membebaskan namun tetap membatasi.
Seorang yang mengerti tanpa perlu dijelaskan.
Seorang yang jujur walau menyakiti.
Seorang yang berbagi, bukan mengeluh.
Seorang yang mengoreksi, tidak sekedar mengintimidasi.
Seorang yang menggoda, bukan mencela.
Seorang yang membimbing, bukan menggurui.
Seorang yang meminta, bukan menyuruh.
Seorang yang menghargai.
Seorang yang mau mendengar, meski tanpa tanggapan.
Seorang yang berilmu tanpa mendamba elu.
Seorang yang bagai air bagi kehidupan.
Seorang yang bagai udara bagi sistem pernafasan.
Seorang yang bagai makanan bagi sistem pencernaan.
Seorang yang bagai agama bagi kebatinan.
Seorang yang tak perlu sempurna, namun siap menerima dan diterima.

Friday, July 30, 2010

Sebuah Catatan Dini Hari

Gue bisa senyum-senyum sendiri atau bahkan ketawa kalo mengingat “kebiasaan” atau “ritual” kecil gue dan teman-teman P.I.P.I.S gue yang satu ini: menggoda beberapa teman P.I.P.I.S gue yang memiliki ciri fisik ras mongoloid alias keturunan Chinese. Bercanda, tentu saja –walau mengandung SARA sih. Tapi menggodanya bukan dengan meledek atau menghina lho. Hanya sedikit “memaksa” mereka untuk “mengaku” kalau mereka itu warga keturunan (karena sebagian dari mereka benar-benar tidak mau mengakui bahwa mereka memiliki keturunan Chinese, padahal cermin pun mampu membuktikannya). Untung saja mereka tidak pernah marah atau menganggap bercandaan itu serius sehingga tersinggung.

Ada satu fakta menarik yang gue baca di buku MEMBONGKAR MANIPULASI SEJARAH karya Asvi Warman Adam, bahwa ternyata ada “wacana” baru yang menyatakan bahwa beberapa dari Walisanga adalah merupakan orang Chinese atau setidaknya keturunan. Gue lalu berusaha mencari sumber lebih banyak lewat internet, tapi kurang lebih yang gue dapat sama:
Prof Slamet Mulyana pernah berusaha untuk mengungkapkan hal ini dlm bukunya "Runtuhnya Kerajaan Hindu-Jawa dan Timbulnya Negara-negara Islam di Nusantara", tetapi pada th 1968 dilarang beredar, karena masalah ini sangat peka sekali dan mereka menilai menyakut masalah SARA. Kenapa demikian?

Bayangkan saja yg mendirikan kerajaan Islam pertama di Jawa adalah orang Tionghoa, bahkan Sultan nya yg pertama pun adalah orang Tionghoa: Chen Jinwen alias Raden Patah alias Panembahan Tan Jin Bun/Arya (Cu-Cu).

Walisongo atau Walisanga yg berarti sembilan (songo) Wali, tetapi ada juga yg berpendapat bahwa perkataan songo ini berasal dari kata "tsana" yg berarti mulia dlm bhs Arab sedangkan pendapat lainnya mengatakan bahwa kata tsb berasal dari kata "sana" dlm bhs Jawa yg berarti "tempat"

Para wali tsb mendapatkan gelar Sunan, yg berarti guru agama atau ustadz, namum perkataan Sunan itu sebenarnya diambil dari perkataan "Suhu/Saihu" yg berarti guru dlm bhs dialek Hokkian, sebab para wali itu adalah guru2 Pesantren Hanafiyah, dari mazhab (sekte) Hanafi. "Su" singkatan dari kata "Suhu" dan "Nan" berarti selatan, sebab para penganut sekte Hanafi ini berasal dari selatan Tiongkok.

Perlu diketahui bahwa sebutan "Kyai" yg kita kenal sekarang ini sebagai sebutan untuk guru agana Islam setidak-tidaknya hingga jaman pendudukan Jepang masih digunakan untuk panggilan bagi seorang lelaki Tionghoa Totok, seperti pangggilan "Encek".

Walisongo ini didirikan oleh Sunan Ampel pada th. 1474. Yg terdiri dari 9 wali yaitu:

Sunan Ampel alias Bong Swie Ho
Sunan Drajat alias Bong Tak Keng
Sunan Bonang alias Bong Tak Ang
Sunan Kalijaga alias Gan Si Cang
Sunan Gunung Jati alias Du Anbo - Toh A Bo
Sunan Kudus alias Zha Dexu - Ja Tik Su
Sunan Giri adalah cucunya Bong Swie Ho
Sunan Muria
Maulana Malik Ibrahim alias Chen Yinghua/Tan Eng Hoat

Sunan Ampel (Bong Swie Ho) alias raden Rahmat lahir pada th 1401 di Champa
(Kamboja), ia tiba di Jawa pada th 1443. Pada saat itu di Champa banyak
sekali orang Tionghoa penganut agama Muslim yg bermukim disana. Pada th 1479
ia mendirikan Mesjid Demak. Ia juga perencana kerajaan Islam pertama di Jawa
yang beribu kota di Bintoro Demak, dengan mengangkat Raden Patah alias Chen
Jinwen - Tan Jin Bun sebagai Sultan yang pertama, ia itu puteranya dari Cek
Kopo di Palembang.

Orang Portugis menyebut Raden Patah "Pate Rodin Sr." sebagai "persona de
grande syso" (orang yg sangat bijaksana) atau "cavaleiro" (bangsawan yg
mulia), walaupun demikian orang Belanda sendiri tidak percaya moso sih
sultan Islam pertama di Jawa adalah orang Tionghoa. Oleh sebab itulah
Residen Poortman 1928 mendapat tugas dari pemerintah Belanda untuk
menyelidikinya; apakah Raden Patah itu benar2 orang Tionghoa tulen?

Poortman diperintahkan untuk menggeledah Kelenteng Sam Po Kong dan menyita
naskah berbahasa Tionghoa,dimana sebagian sudah berusia 400 tahun sebanyak
tiga cikar/pedati. Arsip Poortman ini dikutip oleh Parlindungan yang menulis buku yang juga kontroversial Tuanku Rao, dan Slamet Mulyana juga banyak menyitir dari buku ini.

Pernyataan Raden Patah adalah seorang Tionghoa ini tercantum dlm Serat Kanda Raden Patah bergelar Panembahan Jimbun,dan dalam Babad Tanah Jawi disebut sebagai Senapati Jimbun. Kata Jin Bun (Jinwen) dalam dialek Hokkian berarti "orang kuat".

Cucu Raden Patah Sunan Prawata atau Chen Muming/Tan Muk Ming adalah Sultan terakhir dari Kerajaan Demak, berambisi untuk meng-Islamkan seluruh Jawa, sehingga apabila ia berhasil maka ia bisa menjadi "segundo Turco" (seorang Sultan Turki ke II) setanding sultan Turki Suleiman I dengan kemegahannya.
(sumber: http://www.facebook.com/topic.php?uid=39857034421&topic=7118)
ATAU
Sejarawan Slamet Muljana mengundang kontroversi dalam buku Runtuhnya Kerajaan Hindu Jawa (1968), dengan menyatakan bahwa Walisongo adalah keturunan Tionghoa Indonesia. Pendapat tersebut mengundang reaksi keras masyarakat yang berpendapat bahwa Walisongo adalah keturunan Arab-Indonesia. Pemerintah Orde Baru sempat melarang terbitnya buku tersebut.
Referensi-referensi yang menyatakan dugaan bahwa Walisongo berasal dari atau keturunan Tionghoa sampai saat ini masih merupakan hal yang kontroversial. Referensi yang dimaksud hanya dapat diuji melalui sumber akademik yang berasal dari Slamet Muljana, yang merujuk kepada tulisan Mangaraja Onggang Parlindungan, yang kemudian merujuk kepada seseorang yang bernama Resident Poortman. Namun, Resident Poortman hingga sekarang belum bisa diketahui identitasnya serta kredibilitasnya sebagai sejarawan, misalnya bila dibandingkan dengan Snouck Hurgronje dan L.W.C. van den Berg. Sejarawan Belanda masa kini yang banyak mengkaji sejarah Islam di Indonesia yaitu Martin van Bruinessen, bahkan tak pernah sekalipun menyebut nama Poortman dalam buku-bukunya yang diakui sangat detail dan banyak dijadikan referensi.
Salah satu ulasan atas tulisan H.J. de Graaf, Th.G.Th. Pigeaud, M.C. Ricklefs berjudul Chinese Muslims in Java in the 15th and 16th Centuries adalah yang ditulis oleh Russell Jones. Di sana, ia meragukan pula tentang keberadaan seorang Poortman. Bila orang itu ada dan bukan bernama lain, seharusnya dapat dengan mudah dibuktikan mengingat ceritanya yang cukup lengkap dalam tulisan Parlindungan
(sumber: Wikipedia)


Terlepas dari benar-tidaknya wacana itu, gue merasa peran orang Chinese atau keturunan di Indonesia itu sebenarnya tidak bisa dipandang sebelah mata. Contohnya John Lie. Beliau yang gue catat di buku catatan sejarah SMA gue hanya dengan keterangan “penyelundup senjata” (tanpa keterangan lebih lanjut) ternyata adalah orang yang luar biasa. Kata “penyelundup” yang notabene bermakna kurang baik ternyata telah sangat berjasa dalam proses mempertahankan kemerdekaan. Setidaknya lewat penyelundupan-penyelundupan yang beliau lakukan, kas Negara sedikit-sedikit dapat terisi, aparat pun dapat pasokan senjata yang “agak” modern dari Singapura. Jasa siapa? John Lie! Mungkin terkesan jasa kecil. Tapi bukankah tidak ada besar tanpa sesuatu yang kecil?

Teman-teman gue yang keturunan juga tentu saja tidak bisa dipandang sebelah mata. Mereka pintar-pintar dalam bidangnya masing-masing. Seperti Andre dengan kemampuan bersastranya dan pengetahuan umumnya yang luar biasa. Atau Recia dengan ketekunannya dan kemampuan manajemennya yang apik. Dan yang lainnya. Maksud gue menulis ini adalah, sebenarnya gak ada yang perlu ditakuti kan dari mengaku “saya warga keturunan tiong hoa”, mengakulah seperti dengan bangga kita semua mengaku “saya orang Indonesia”. Atau gue mengaku “gue Donna dan gue bangga” atau secara umum dapat diwakili dengan kalimat: “I am what I am and I’m proud.”




P.S:
Gue baru tau kalau istilah SARA (Suku, Agama, Ras, Antar-etnis) mulai populer di rezim Orde Baru. Tau gitu mah gak gue pake ya tadi di atas? Entah kenapa gue kayaknya antipati banget sama OrBa, padahal gue belum ngerti waktu gue merasakan OrBa selama 5 tahun gue hidup. Mungkin gue adalah salah satu produk ‘bullshit’ yang percaya cuma karena membaca, atau terpengaruh guru sejarah. Tapi gue gak salah dong, agama pun begitu kan? “Memaksa” kita untuk percaya meski belum pernah kita melihat-Nya.
Selain itu istilah G-30-S/PKI itu sebenarnya juga istilah yang diharuskan dipakai pada rezim Orde Baru. Sebetulnya peristiwa kudeta para jendral angkatan darat tahun 1965 itu menurut Asvi Warman Adam tidak sepatutnya dicap ‘saklek’ PKI. Karena sampai sekarang pun (walaupun sudah jelas sih PKI berperan banyak di dalamnya) masih simpang siur kabar siapa dalangnya dan siapa saja pihak yang terlibat. Tidak ‘pure’ PKI yang melaksanakannya. Ada baiknya kita menyebut ‘peristiwa hitam’ itu sebagaimana para pelakunya menamai gerakan tersebut: Gerakan Tiga Puluh September. Tidak Gestapu (karena menyalahi khaidah Bahasa Indonesia yang baik dan benar), atau Gestok (istilah yang dipakai Bung Karno), atau G-30-S/PKI.

Thursday, July 29, 2010

Hitam Selalu Ada Kala Putih Membahana

Bilang gue naif atau apa, tapi gue benar-benar baru tahu ada manusia yang tega menusuk teman sendiri dari belakang. Oke, gue tau orang seperti itu memang pasti ada. Tapi gue gak menyangka kalau orang seperti itu ada di sekeliling gue, di lingkungan gue. Anggaplah gue sok polos atau apa, tapi itu benar! Gue selalu menganggap diri gue ada di lingkungan 'baik-baik'. Dan gue pun selalu berpikir kalau jenis orang seperti itu hanya ada di dunia orang dewasa, di masyarakat luas sana. Gak di lingkungan gue, apalagi pelakunya orang seumuran gue. Mungkin benar gue naif, selalu menganggap semua orang yang gue kenal adalah orang baik, sehingga saat mengetahui hal ini gue beneran kaget dan gak nyangka. Shocked? Iya. BANGET. Lalu jadinya sedih. Sedih karena, well, gue jadi orang yang tertusuk itu. Tapi untungnya gue bukan orang yang begitu saja tinggal diam saat sesuatu yang tidak benar diatasnamakan dengan nama gue. Gue datangi pihak yang diadu-domba dengan gue itu, lalu meluruskan apapun yang dikatakan teman gue, plus minta maaf. Kadang walau gue gak salah, gue harus minta maaf atas ketidaknyamanan yang orang lain rasakan terhadap sebuah situasi. Entah kenapa gue merasa bertanggung jawab.

Ketidak-habis-pikiran gue terhadap orang-orang yang menusuk orang lain dari belakang itu juga sama dengan ketidak-habis-pikiran gue terhadap orang-orang yang tidak secara jantan mengakui kesalahannya. Well, okelah gue dulu juga gitu. Tapi gue sadar, itu salah dan sangat gak dewasa. Contohnya gini, beberapa temen laki-laki gue main-main di dalam kelas, lalu gak sengaja membuat berantakan. Waktu penghuni kelas yang lain marah, mereka itu malah saling tuduh, saling menyalahkan. Sebentar, sebentar... sebenarnya ke mana sih kedewasaan diri mereka yang sudah mengaku 17 tahun atau lebih itu? Apalagi mereka laki-laki!
Yeah, mungkin gue ini pengeluh atau apa. Tapi gue masih gak habis pikir aja, ke mana moral mereka? Pantes aja petinggi-petinggi negara itu selalu bisa lolos dari kasus hukum walau sudah jelas-jelas salah. Mereka sudah terbiasa berkelit! Menghalalkan segala cara hanya demi tidak dicap bersalah. Bener-bener gak ksatria! Semoga temen-temen gue itu cepet sadar, atau gue gak akan mendoakan mereka jadi petinggi negeri ini.

Monday, July 26, 2010

Everybody IS Moving, Changing

Akhir-akhir ini gue merenung... betapa tidak ada sesuatu yang diam di dunia ini. Benda mati pun diam-diam bergerak, apalagi manusia. Ada yang bergerak dengan patuh sesuai arus, ada yang suka tantangan dengan melawan arus. Mereka memutuskan, mereka menetapkan hati.

Satu demi satu semua di sekeliling gue mengalami perubahan. Semua tak lagi sama. Dari mulai lingkungan hidup, life style, sampai cara gue memperlakukan diri gue sendiri.
Lingkungan hidup: Gue udah mulai ngekost sekarang. Meninggalkan rumah, meninggalkan Tangerang yang sudah kurang lebih 8 tahun terakhir jadi (pinjem istilah dari Facebook) current city gue. Betapa gue sudah terbiasa dengan itu semua. Dengan Mama Papa yang siap membantu kapan saja, dengan Rinta yang siap jadi penghibur kapan saja, dengan teman-teman dan sahabat-sahabat yang selalu menemani atau sekedar jadi 'tempat sampah' semua beban hidup ini.
Life style: Gue yang dulu bangun-sekolah-main-pulang-makan-nonton TV-ngajarin Rinta-bermalas2an-online-tidur, kini harus mengurus apa-apa sendiri. Padahal dulu apa-apa bergantung Mama. Sekarang pun manage uang harus super ketat, sementara dulu kalau habis yah masih bisa lah merayu Mama atau sekedar pinjem ke Rinta.

Suatu hari gue inget kata-kata Mario Teguh, kurang lebih bunyinya: "Untuk menjadi pribadi yang lebih baik, seseorang harus berani dan mampu keluar dari zona amannya". Dar! That really stabs my heart!
Yeah, hidup gue selama jadi siswa adalah zona aman. Dengan segala kemudahan dan fasilitasnya. Tapi sekarang gue sudah menjadi mahasiswa. Seperti yang saya tangkap dari salah satu comment Andre di Facebook, kalau embel-embel MAHA di depan itu secara gak langsung adalah suatu beban moral juga bagi gue. Tambahan tanggung jawab. Bagaimana gue harus bersikap, bertutur kata, berperilaku sesuai dengan status gue itu. Dar! (again and again) That surely stabs my heart!

Setelah di sini gue mulai menyangsikan pendapat gue tentang diri gue sendiri kalau gue ini sudah 'cukup' dewasa. Belum, gue belum dewasa sama sekali. Bahkan nyemplung ke panci tempat gue menggodog diri pun belum. Benar-benar masih bau kencur. (Bahkan bumbu yang dibalurkan ke diri gue aja baru sekedar kencur, belum garam atau bahkan asam)

Jadi kesimpulannya, selama gue masih hidup di dunia yang serba dinamis ini kenapa gue harus statis? Gue pun harus bisa menyesuaikan diri bukan? Kalau gak, gue cuma bakal jadi bangkai atau sekedar keset zaman. Cih! Siapa juga yang mau jadi itu?!
Ayo, Donna Ayu Savanti! Keluarlah dari zona amanmu dan mulai bersosialisasi! Hidup akan jadi indah jika kau mengerti.





P.S: Lewat post ini gue umumkan kalau gue sudah tidak membenci 'perubahan'. Dulu gue memang sangat salah karena benci dengan namanya 'perubahan'. Berarti secara gak langsung gue membenci segala hal, karena sesungguhnya semua di dunia ini selalu berubah seiring dengan pergerakannya. Everybody IS moving, changing.

Thursday, July 22, 2010

Tadaima!

It's 2010, Kawan!!! Dan itu berarti gue udah hampir 2 tahun tidak posting! Mengagumkan! Blogger macam apa kau, Don?
Hahaha... anyway, I'm back! Tadaimaaaaaaa... Oh, I'm really, really happy. *genangan air mata mengumpul di pelupuk mata*

Kawan, saya sudah 17 tahun sekarang. Sudah punya KTP. Sudah lulus SMA. Dan sudah terdaftar sebagai mahasiswa Universitas Negeri Sebelas Maret (Surakarta) 2010 Fakultas Sastra dan Seni Rupa Jurusan Desain Komunikasi Visual. Alhamduuuuu...lillah...

Gue senyum2 sendiri melihat posting2 gue yang dulu-dulu. It was so funny! Dan tulisan gue masih alay. Oh, please... gue posting lewat handphone dan kalian tahu? Pegal sekali mengetik sebanyak itu dengan handphone yang bukan qwerty. Ckck... Jadi tolong dimaklumi.

Ini posting pertama gue setelah 2 tahun vakum. Jadi gue hanya akan menulis hal-hal yang sangat berkesan. Seperti masa-masa kelas 12. Oh, God... I really, really want to hug you and say "thank you very much for this wonderful class ever!". Seperti yang sudah gue postingkan sebelumnya, kelas gue: P.I.P.I.S (Pelajar Intelek Pecinta Ilmu Sosial) benar-benar kelas ajaib. Selama ini baru Andre dan Heidi yang gue sebut-sebut, tapi ternyata semua membernya luar biasa!

Andre: Manusia lebay yang super rajin dan pintar. Sayangnya ya itu, lebay. Dan stress. Dan bermulut tajam. Dan kampret. Haha... tapi dia sangat-sangat berwawasan luas. Dan siap membantu gue belajar ekonomi kapan saja. Thank you, Pak. Kapan-kapan kita bikin lomba ekonomi dan akuntansi ya, tidak lagi hanya jadi peserta :D

Aia: Cewek cantik, sayang cangak luar biasa. Sering berperilaku spontan, kata2 favoritnya yang tercetus spontan: "Iya, Ma!" (padahal yang manggil pak guru). Tapi dia funny banget. Baik. Dan kalo nyetir mobil kayak orang gila. Sorry, Aia, tapi gue eneg kalo diboncengin lo. Hehe... Kuliah di mana ya anak ini? Hmm...

Achid: Manusia bersuara laknat! hahaha... Kalo teriak amit2 kencengnya. Tapi gue suka sama diaaa... hahaha... Apalagi nontonin dia jadi "Ga Ul" di drama English kelas kita

Yati: Nih lagi nih, manusia aneh sepanjang sejarah. Gayanya mirip Jeng Kelin. Persis deh. Tapi dia pintar! Juga modis. Gayanya asik. Kadang-kadang lemot dan kalau ngomong lambat-lambat. Bikin orang gemes.

Tyas: Berkerudung, namun busuk. Itulah dia: si KerBus (Kerudung Busuk), atau KuBus. Awal-awal kenal mah alim mampus nih bocah. Bacaannya Al-Quran. Gak banyak omong. Pokoknya alim! Eeeh... ke sini sini ketauan dan busuknye. Hehe... Kalo SMSan atau chat di Facebook bawaannya bikin kesel.
Suatu hari gue lagi SMSan sama Pecun (Maharini Nur Prasetyo) ngomongin dia, eh Pecun malah salah kirim balesan untuk gue ke dia. Tolol parah. Jadi dia tau kalau gue lagi ngomongin dia. Eh, dia ngambek. Hahaha... Makanya jangan nyebelin. :P

Wiwi: Manusia PeLor (Nempel-Molor). Di manapun kapanpun dalam situasi apapun kalau sudah menemukan permukaan yang bisa ditiduri, dia akan tidur. Bahkan saat ada guru pun dia tidak peduli. Luar biasa! Awal-awal gue gak begitu deket sama dia. Tapi semenjak perpisahan kelas ke Puncak, di momen kita saling curhat di kamar, gue dan dia sadar kalau kita punya suatu kesamaan. Hubungan persahabatan yang rumit dengan laki-laki. Gila! Sejak itu gue ngerasa kalo dia adalah saudara gue! *lebay*
Gue dan dia sampai punya panggilan sayang: Julliane (dia) dan Jules (gue). Diambil dari nama tokoh di film My Best Friend's Wedding.

Dimas: Satu dari empat personel F4 kelas gue. Dialah Kim Bum-nya P.I.P.I.S! hahaa... Orangnya konyol (seperti anggota F4 yang lain), namun saat dibutuhkan bisa menjelma jadi dewasa banget. Padahal lahir 1993 -kayak gue. Dia jago banget Rubiks.

Donna Ayu Savanti: Gue.

Emil: Cewek cuek. Gayanya asik banget, gue suka! Ngomong ceplas-ceplos, kadang perilakunya konyol, tapi tetep aja asik dilihat. Gue ngakak pas tau dia dipanggil "Vrilla" waktu SD. :D

Dilla: "Cii Kucing Ndudh" satu ini adalah tablemate gue selama 2 tahun di P.I.P.I.S. Awal-awal kenal sih di Fiesta Teater. Awal-awal duduk sama dia gue beranggapan kalau nih orang ngomongnya kasar banget untuk ukuran cewek. Mana marah-marah mulu. hadeeeeeh... gue mah tobat! Tapi dia baik banget. Ngasih gue oleh-oleh kalo ke mana-mana. Makanya gue betah duduk 2 tahun sama dia. haha... Cengeng sebenernya, tapi gak mau kalah. Preman. Benci banget dibilang cina. Padahal yah... cermin saja mengakui kok. Haha... Semoga cita-cita jadi wali kota tercapai ya.

Patala: Nih bocah adalah sasaran bullying anak-anak sekelas. Lagian anaknya klemar-klemer banget. hahaha... Inget banget gue waktu nih anak berhari-hari "disidang" sama kami semua. Kasian sih, tapi si anak guru satu ini memang perlu "dididik" sih. Haha... masa udah mau kuliah masih kayak gitu. Sebenarnya kami peduli lho! *speak*

Hafiz: "The Main Man" kala UN. Distributor ulung yang seringkali dipanggil "Apitsz cii teladh celallu". Si tengil namun kadang kayak kate. Baik sebenernya. Waktu kelas 11 dia pernah menghibur gue yang down banget gara-gara nilai MTK ancur padahal gue merasa bisa. Huh! (Bu Farah ngiranya gue yang nyontek, padahal gue justru yang ngasih contekan)

Heidi: Makhluk lebay bersuara fals yang doyan joget Michael Jackson. Gue rasa itu sudah cukup mewakili perilakunya selama di kelas. Pernah "diperkosa" F4, dan kesenengan. Najis. Tapi sebenernya baik hati dan punya visi. Sayang aja perilakunya ganjil.

Dyra: Ah, salah seorang sahabat dan tempat gue curhat. Lebay, girly parah, tapi pintar. Jago english, dan rela PRnya gue contek. Haha... Takut banget naik motor, tapi akhir-akhir ini dia bilang kalo dia jadi ketagihan mengendarai motor. Bzzz... drastis juga perubahannya. Haha.. Setiap pagi kerjaannya saling menyapa dengan ANGGI (Paulla Inka) dengan "Unyoooooooooooo!!!" (U-nya agak dibaca A) yang membuat Acid bergidik geli dan ngomel-ngomel sendiri.

Kheren: Gue agak nyesel baru deket sama si tukang pulsa ini akhir-akhir kelas 12. Karena dia unik banget. Polos, dalam arti sebenarnya. Omongannya meluncur begitu saja tanpa disaring, tapi gak menyakiti. Jujur. Dia pernah cerita kalo dia kan tinggal di dekat pasar, biasanya cewek yang lewat pasar tuh pasti digodain abang-abang, tapi kalau dia yang lewat gak pernah sekalipun digodain. Dia pengen banget digodain sementara cewek "normal" lain kan risih kalau digodain murahan kayak gitu. Hahaha... sekarang dia terobsesi sama bule. Katanya pengen punya cowok bule dan berdoa sungguh-sungguh untuk itu. Hahaha...


Krisna: Si jenius matematika. Dulu dia ngaku kalau gak suka ekonomi dan akuntansi (gue merasa senasib), tapi belakangan malah pinter. sialan! Gue yang udah belajar cukup keras aja tetep bego. haha... Dia pinter, tapi kurang bisa jadi guru. Jadi gue gak ngerti kalo minta ajarin dia matematika. Thank God, gue masih agak pinter di Matematika. Jadi diajarin dikit udah ngerti. Kalo bebel mah ya bakal bernasib sama kayak ekonomi tuh angka di rapor. Hahaha...

Uchi: Cewek bertampang oriental tapi berjiwa jawa mampus. cinta banget sama kota asalnya, Purworejo. Juga cinta sama mamanya yang single parent yang sedang berjuang di Hong Kong. Agak "player", tapi yah... kayaknya dia gak sadar akan hal itu. Sering bikin orang yang gak ngerti dia kesel, klemar-klemer, lelet. Hampir setiap hari telat masuk sekolah. Parah. Tapi dia baik. Jago masak. Pecinta Dong Bang Shin Ki (atau TVXQ, atau DBSK, atau apalah itu namanya) boy band asal korea yang...hmm... katanya suaranya kayak surga (kata fansnya).

Aga: Gue kenal dia dari SMP. Pertama kali tau namanya ada "Nur"nya gue ketawa. Karena dulu gue taunya Nur tuh nama cewek. Ternyata gue cupu banget waktu itu. Nur itu artinya cahaya. Dan gue baru sadar kalo arti nama bapak satu ini bagus. (Sorry ye, Ga!)
Dia Danton LBB SMAN1TRA angkatannya. Sempat mendaftarkan diri jadi calon ketua OSIS, sayang aja kalah voting. Kalo menang, gue dan anak-anak P.I.P.I.S lain ngajuin proposal bikin ekskul budaya.
Dia tablemate Andre selama 2 tahun. Duduk di depan gue dan Dilla. Awal-awal gak begitu deket. Tapi semenjak main bareng di teater "Tak Ada Bintang di Dadanya" buat festival jabodetabek, jadi deket. Si tambun bersuara super keras yang najis ini ngefans sama Bob Sadino dan bercita-cita mulia pengen jadi pengusaha. Good luck, Aga!


Rini: sahabat gue tercinta. Panggilannya Rincun, karena perilakunya yang agak-agak yah... nakal. Tapi itu cuma pura-pura kok. Buat seru-seruan karena gue berperan sebagai Macun (Mami Pecun). Aslinya dia dewasa, pinter, tukang bersih-bersih, tapi agak rapuh. Gue kenal dia luar dalem. Keluarganya super nyentrik. Dan gue paling nyaman kalo ngobrol sama dia. Dalam hal apa aja. Terutama India. Hahaha... We're Bollywood Freak!

Mikhael: cowok keturunan cina-portugis. Jadi matanya sipit, tapi hidungnya mancung. Hehe.. sikapnya mengingatkan gue pada cowok-cowok bangsawan, entah kenapa. Dia pinter, wawasannya luas, dan setiap hari bawa air putih sendiri dan juga sapu tangan. sayang aja agak-agak sombong (walaupun mungkin dia tidak bermaksud begitu). Jago main gitar. suka flirting sama cewek-cewek. Huuuu... Andalan jadi "nara sumber" kalo pelajaran TOEFL bersama ANGGI Paulla "Unyo" Inka.

M. Fadli: Panggilan "sayang"nya Cogan. Dia juga salah satu 'freak' di P.I.P.I.S. Kerjaannya ngedumel atau ngomong sendiri. Tapi jago banget komputer-komputer gitu. Makanya kami menganggap dia Hacker. Hahaha... dia juga sering jadi bulan-bulanan F4: dicolek pantatnya! Itu lucu banget! Tapi dia pinter lho, Akuntansi UI gituuuu... :P

Keke: Bocah ajaib. Lahir Agustus 1994. Gila! Gue pikir paling muda di angkatan gue tuh ya 1993. Ternyata si anak aksel ini menghancurkan ekspektasi gue. Dia bocah unik dari Manado. Polos bener. Parah dah. Doyan banget manga dan anime. Ingatannya luar biasa. Mandiri. Dan suka bicara sendiri. Bahasanya aneh-aneh. campuran Jepang-Korea-Manado. Entah makhluk dari mana dia sebenarnya. Hahaha... Kayak anak kecil! Dan gue suka banget sama semua pilihan bajunya. She looks so cute whatever the clothes she wears. Achievement gue terhadap dia sejauh ini adalah: gue berhasil membuat dia mengakui kalau dia sudah mulai merasakan yang namanya jatuh cinta! Yeah! Gaul!

Vivi: Cantik, heboh, dan sorry to say, agak "player" juga. Gue gak terlalu kenal dia, yang jelas dia adiknya sahabat kakak gue. Cheers!

Paulla: Nah ini dia bintangnya! Gue sayang dia!!! Hahaha... Dia satu-satunya orang yang gue liat gak bisa marah. Apa juga jadi comedic rasanya. Ketawanya unik banget. Tapi dia pinter banget bahasa Inggris. Sayang, DO Wall Street. Dia punya anjing namanya Juno. Panggilan sayangnya Unyo. Dan makin ke sini gue ngeliat dia semakin mirip anjingnya itu. Hahaha... Belakangan panggilannya ganti dari "Chipaw" ke "ANGGI" alias "ANak Gaul semangGI" gara-gara memilih kuliah di Atma Jaya yang letaknya di Semanggi.

Putri: Taat beragama. Agak "berlebih", yeah, you know... hahaha... Gue gak terlalu kenal dia, yang jelas dia pinter tapi agak-agak 'bermasalah'. No offense.

Ayash: Cewek keturunan bali satu ini gue nilai sebagai 'rascal'. Gaul, kadang bolos. Tapi sebenernya rapuh. Dia broken home. Dan gue tersentuh waktu dalam suatu momen waktu itu gue, dia, Pecun, Vivi sharing tentang shalat dan betapa terkutuknya kami yang jarang shalat ini. Gue tersentuh seorang Ayash ngomong gitu. Gue rasa dia tulus waktu itu.
Sorry kalau salah.

Ijah: Bah! Ini dia si Barbar asal Ambon! Dia 'maskot' gue rasa. Hahaha... Ancur-ancuran bener ini bocah. Awal masuk bedaknya dempul abis. Rambutnya catokan. Terus dikeriting, terus dibonding lagi. Hape BBnya sukses mati karena dilempar-lempar. Hahaha... I know too much about her. I just can't talk about 'that' in here. Y'all know it surely. Hahaha... Tapi gue suka sama dia. Ngomongnya ceplas-ceplos gak diayak. Kocak. Tukang teriak-teriak.

Cici: Putri impian. Seperti itulah gue nyebut dia. Gue sempet bikin komik dari kumpulan foto dia dan Alloy (pengagum setianya). Dia ini manusia terajin pertama yang gue kenal. Semuanya serba rapiiiiii, tertataaaaa, dan lengkap. Kepada dialah gue bertanya tugas-tugas, kepada dialah kami meminjam alat tulis apapun, kepada dialah kami meminta sabun untuk boker, kepada dialah kami meminta minyak kayu putih, kepada dialah gue meminta pembalut darurat. Luar biasa. Gue bener-bener angkat topi buat cewek chinese cantik satu ini.

Ryan: Anggota lain dari F4. Tampangnya tolol, perilakunya konyol, kerjaannya ngebanyol. Kadang polos (gampang dikibulin, apalagi soal tugas sekolah). Kalo diledekin, tampangnya selalu bikin ketawa. Suaranya oke juga. Jago rubiks. Tergila-gila sama Lee Min Ho dan selalu menganggap kalo dirinya itu Gu Jun Pyo. -,-

Septikus: Beri hormat pada Kisanak!!! Hahahaha... gue selalu menyerukan itu kalo ketemu dia. Dialah 'tetua' kelas kami. Lahir 1991 sendiri. Makanya dia selalu 'dituakan'. Panggilan lainnya Gerwani. Itu karena gaya cueknya yang gahar namun tetap kewanitaan. Cewek perkasa -layaknya Gerwani. Hahaha...

Umar: Cowok baik. Sikapnya kayak anak kecil baik hati yang sok bandel terbawa pergaulan. Tapi bagaimana pun tetap saja cowok baik. Polos. Tulus. Dialah Umar, salah satu dari personel F4 P.I.P.I.S.

Ochy: Cewek berambut super panjang ini sikapnya kemayu alami. Maksudnya, gak disengaja gitu. Memang sudah cetakannya seperti itu. Hehe... Jago main keyboard. Sertifikat dari tempat lesnya segunung. sayang, dia gak jadi di UNS bareng gue. Dia lebih milih pendidikan musik di UNY.

Nyos: Kuncen F4 P.I.P.I.S. Yeah, dialah si Ji Hoo. Si dingin tak banyak omong ini sebenarnya pintar dan berwawasan. Sayangnya tertutup kemalasan. Tindakannya konyol. Tapi gue yakin aslinya gak gitu. Dia cuma suka ketika orang-orang tertawa karena dia, meski harus 'keluar' dari pribadinya. Adiknya, Naomi, mirip banget sama dia. Gue nyebutnya Nyos versi cewek. Oh ya, Nyos ini jago main drum.

Zee: Haiyaaaah... berjumpa kita pada cewek lebay satu ini. Dialah Zee! Gue gak tau dia banyak sih. Yang gue tau dia baik, tapi lebay.


Hmmm... gak terasa tiga jam sudah gue mendeskripsikan temen-temen gue itu satu per satu. Mungkin biasa bagi yang tidak mengalami kebersamaan kami, tapi bagi gue, kami semua spesial. P.I.P.I.S itu spesial. Dengan semua canda tawa, dengan semua sedu sedan, dengan semua kerja keras, dengan semua kemalasan di dalamnya. Gue gak bakal lupa kalo gue pernah SMA (ya iyalah!).
P.I.P.I.S lah yang bikin pikiran "ternyata SMA gak seseru SMP" gue waktu kelas 10 itu menguap begitu saja. SMA itu seru. Dan yeah, seperti kata orang-orang: High School Never Ends...